Jumat, 20 Januari 2012

Laporan Ekologi Umum (Dekomposer)


DEKOMPOSER

Widya Lestari (A1C409034)
Dosen Pengampu : Ir. Bambang Hariyadi, Ph.D
Taufik, S.Pd., M.Si

Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS JAMBI
Laboratorium Unit Pelayanan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jambi Jalan. Jambi-Muaro Bulian. Kecamatan Jambi Luar Kota

ABSTRAK
Dekomposer adalah makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut. Praktikum ini bertujuan mengamati dekomposer dengan menggunakan alat-alat seperti penyemprot, tali rafia, plastik pengumpul material, pinset sedangkan bahan yang digunakan adalah air sabun pekat, dan lahan. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengambil organisme yang ada dilahan yang berfungsi sebagai penghancur dimana sebelumnya dibersihkan serasah penutup tanah, kemudian dibuat petak kuadrat ukuran 1m x 1m. Setelah itu pada petak tersebut disemprotkan cairan sabun. Ditunggu sekitar 15-20 menit. Kingdom: Animalia, Phylum: Annelida, Class: Clitellata, Order: Haplotaxida, Family: Megascolecidae, Genus: Pheretima, Spesies: Pheretima sp.




PENDAHULUAN
Tingkat kesuburan tanah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penyusun tanah seperti bahan mineral, bahan organik, air, udara, populasi dekomposer dan lain-lain. Dekomposer adalah makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut (Sudjadi, 2004 :110).
Populasi dekomposer merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesuburan tanah. Salah satu dekomposer utama yang berperan dalam menentukan kesuburan tanah adalah cacing tanah. Cacing tanah termasuk invertebrata, phylum Annelida, ordo Oligochaeta. Cacing tanah tersebut memakan sisa tanaman yang membusuk dan menghasilkan sisa pencernaan (feses) yang merupakan sumber bahan organik tanah (Dahlan, 1984 : 88).
Cacing tanah merupakan hewan inverteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60 - 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius ( Sumartono, 1989 : 34).
Cacing tanah in merupakan dekomposer utama pada ekosistem tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah dibedakan menjadi: (1)Tipe Epigeik: hidup di permukaan tanah, (2) Tipe Endogeik: hidup di dalam tanah (3) Tipe Anecigeik: hidup di dalam tanah dan sekresi di permukaan tanah. Apabila dikaitkan dengan kedalaman perakaran tanaman, tipe epigeik dan anecigeik berperan pada kesuburan tanaman semusim atau berakar dangkal. Sedangkan tipe endogeik berperan pada produktifitas tanaman keras dan tanaman kehutanan yang berakar dalam (Dahlan, 1984 : 90).
Perbedaan jenis dan faktor lingkungan tanah, menyebabkan perbedaan tingkat kesuburan dan jumlah anggota populasi dekomposer yang terdapat didalam tanah khususnya cacing tanah.
Menurut Aslih (2006), penghitungan kepadatan populasi cacing tanah estimasi kepadatan populasi cacing tanah memiliki banyak metode yang telah dikembangkan dalam rangka mengestimasikannya. Antara lain dengan cara kimia. Dengan metoda ini semacam zat kimia dituangkan di tanah dan diharapkan cacing tanah tersebut akian keluar dan cacing itu diambil dan dihitung lalu dikoleksi.
a. Metoda cairan potassium permanganat
Pertama dilakukan oleh Evans dan Guild tahun 1947. Cairan potassium permanganate dituangkan ditanah pada luas tertentu. Cairan itu masuk kedalam tanah sehinga menyababkan cacing tanah keluar. Metoda ini tergantung pada daya penetrasi cairan itu ke dalam tanah. Dengan metoda ini akan didapat hasil yang “ Under Estimate” untuk beberapa jenis cacing tanah.

b. Metoda formalin
Metoda ini pertama kali ditamukan oleh Raw tahun 1959. Metoda ini kurang baik untuk jenis cacing tanah yang membuat lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai dengan sempurna pada cacing.
c. Metoda Pemberian cairan sabun
Hal yang biasa bila menenmukan humus tak terurai pada tanah-tanah asam. Hal ini disebabkan karena cacing- cacing tanah tidak toleran terhadap keasamaan (Michael 1994, 424). Pemberian sabun akan merangsang cacing keluar karena sifat sabun yang basa.
Pengurai ini merupakan tingkat makanan utama yang terakhir dalam ekosistem.Kelompok ini terutama terdiri dari jasad renik tanah seperti bakteri dan jamur Walaupun juga mencakup cacing tanah, rayap, tungau, kumbang dan anthrophoda lainnya (Ewusie.J.Y.1990).

Pengurai dibedakan menjadi 2 menurut Anonim (2007), yaitu:
1.      Dekomposer
Dekomposer disebut juga perombak (pengurai), yaitu organisme yang bertugas merombak sisa-sisa organisme lain untuk memperoleh makanannya. Adanya perombak ini memungkinkan zat-zat organic terurai dan mengalami daur ulang kembali menjadi hara.Yang termasuk kelompok perombak adalah bakteri dan jamur.
2.      Detrivora
Detrivora adalah organisme yang memakan partikel-partikel organik (detritus).Detritus merupakan hancuran jaringan hewan atau tumbuhan yang melapuk.Yang termasuk golongan ini adlah cacing tanah,siput ,lipan,keluwing dan teripang.

BAHAN DAN METODE
Praktikum tentang populasi dekomposer yang bertujuan untuk mengetahui jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik menggunakan alat-alat seperti penyemprot, tali rafia, plastik pengumpul material, pinset sedangkan bahan yang digunakan adalah air sabun pekat, dan lahan. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengambil organisme yang ada dilahan yang berfungsi sebagai penghancur dimana sebelumnya dibersihkan serasah penutup tanah, kemudian dibuat petak kuadrat ukuran 1m x 1m. Setelah itu pada petak tersebut disemprotkan cairan sabun. Ditunggu sekitar 15-20 menit. Bila ada cacing yang keluar maka segera dikumpulkan dengan menggunakan pinset. Hasil yang di peroleh di simpan lalu di identifikasi jenisnya.


HASIL DAN PEMBAHASAN
No
Jenis
Plot
Jumlah Cacing
1.
Spesies 1
IX
1
2.
Spesies 2
IX
1
3.
Spesies 3
IX
1
4.
Spesies 4
IX
1


4

Dalam ekosistem materi organik yang terbentuk pada makhluk hidup mengalami pendauran dan dikembalikan kelingkungan abiotik dalam bentuk yang digunakan oleh tumbuhan. Artinya ketika makhluk hidup itu mati jasad tubuh mereka akan mengalami perombakan atau penguraian oleh dekomposer. Menurut Swanarmo (1987), mengatakan bahwa dekomposer adalah makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut.
Banyak berbagai jenis dekomposer yang ada di alam ini, seperti bakteri, jamur, hewan vertebrata pemakan bangkai, invertebrata pemakan bangkai serta cacing. Pada praktikum kali ini kelompok IX berhasil menemukan 4 ekor cacing dengan spesies yang sama pada plot ukuran 1m x 1m. Dimana sebelumnya disemprotkan cairan sabun. Deterjen/air sabun,  memudahkan praktikan mengambil cacing yang ada ditanah  jadi tidak perlu menggali untuk mendapatkan cacing tersebut.  Air sabun tinggal disiramkan pada tanah yang banyak mengandung cacing. Setelah disiram air sabun cacing keluar semua, praktikan tinggal memunguti. Hal ini dikarenakan sabun dengan pH 9,5-12 yang bersifat sangat basa memaksa cacing untuk keluar dari dalam tanah. Karena menurut Sumartono (1989 :34), kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Cacing tidak mampu hidup di pH asam dan basa.
Cacing tanah merupakan hewan inverteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60 - 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat penting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius (Sumartono, 1989:34).
Cacing yang kami temukan merupakan spesies dari Pheretima sp. Menurut Suryadi (2011) klasifikasi dari Pheterima sp
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Clitellata
Subclass : Oligochaeta
Order : Haplotaxida
Family : Megascolecidae
Genus : Pheretima
Spesies : Pheretima sp
Habitat di tanah lembab, tubuh bersegmen, sistem syaraf tangga tali, klitelum terdapat pada segmen ke-15, organ jantan ada di segmen ke-14, dan female gonopore ada di segmen ke-17 mulut berbentuk celah pada bagian anterior di bawah penjuluran dorsal yang disebut prostomium. (Oemarjati, 1991).

KESIMPULAN
Dekomposer adalah makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut. Salah satu dekomposer utama yang berperan dalam menentukan kesuburan tanah adalah cacing tanah. Deterjen/air sabun dengan pH 9,5-12 yang bersifat sangat basa memaksa cacing untuk keluar dari dalam tanah. Klasifikasi cacing yang ditemukan Kingdom: Animalia, Phylum: Annelida, Class: Clitellata, Order: Haplotaxida, Family: Megascolecidae, Genus: Pheretima, Spesies: Pheretima sp.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Invertebrata. http://www.scribd.com/doc/27992321/8-invertebrata. Diakses tanggal 02 Januari 2012.
Dahlan, J.  1984. Persiapan Lahan Pertanian dengan Sistem Alami. IPB. Bogor.
Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung.
Michael. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.
Oemarjati, Boen S. 1990. Taksonomi Hewan Avertebrata. UGM Press. Yogyakarta.
Sudjadi, B. 2004. Biologi. Yudhistira. Surabaya.
Sumartono. 1989. Identifikasi Lahan Pertanian. IPB. Bogor.
Suryadi, 2011. Observasi Lapangan Hewan Avertebrata. UM Press. Malang.
Swanarmo, H. 1996. Pengantar Ilmu Lingkungan. Universitas Muhammadiyah. Malang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar